Laman

11/28/2010

Panorama Bandung Raya

Meski telah diingatkan Korea Utara untuk tak menggelar latihan militer, Korea Selatan dan Amerika Serikat tetap menggelarnya mulai hari ini, Minggu 28 November 2010. Armada militer kedua negara ini sudah mengambil posisi di Laut Kuning, hanya berselang empat hari setelah Korea Utara menembakkan misil ke sebuah pulau Korea Selatan.

Korea Utara sendiri telah berulang kali mengingatkan katihan bersama itu bisa memancing perang lagi. Amerika yang memiliki 28.500 personel di Korea Selatan berkukuh latihan ini rutin dilakukan.

Latihan militer ini direncanakan selama empat hari, namun tak akan memunculkan pertempuran meledak-ledak. Di Pantai Mallipo di barat Korea, sekitar 50 tentara Korea Selatan menyebar di jalan aluminium menyiapkan jalan untuk pendaratan amfibi pada Senin.

Korea Utara sendiri sudah menyatakan kemarahan atas latihan bersama ini. Latihan ini sebuah "awalan untuk agresi dan pemicu perang" ujar Komite Perdamaian Nasional Korea yang dilansir Korean Central News Agency, kantor berita resmi Korea Utara.

Berjam-jam sebelumnya, Korea Selatan sudah memerintahkan warga sipil dan jurnalis keluar dari Pulau Yeonpyeong yang dibombardir Korea Utara pada Selasa lalu. Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyatakan tak menjamin keselamatan mereka.

Dua negara ini telah berperang selama tiga tahun di 1950-an. Setelah itu, meski tak ada perjanjian damai, pertempuran antara kedua pihak berhenti, namun ketegangan terus naik dan turun antara dua negara sebangsa ini.
========================================================================

Nasional
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat, pekan lalu, memimpin rapat kabinet terbatas membahas empat Rancangan Undang-undang termasuk RUU Keistimewaan Yogyakarta. Saat membuka rapat ini, Presiden menyatakan hendaknya sistem kerajaan tak berbenturan dengan demokrasi dan konstitusi.

Pernyataan Presiden ini mendapat respons dari Sri Sultan Hamengku Buwono X, penguasa Yogyakarta yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Sultan menyatakan sistem pemerintahan di Yogya sudah dijalankan secara demokratis.

RUU Keistimewaan Yogyakarta ini memang menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan parlemen sejak munculnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan UU 32 Tahun 2004. Namun dua periode DPR gagal menghasilkan RUU Keistimewaan Yogyakarta.

Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Partai Persatuan Pembangunan yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, menyatakan, garis besar RUU DIY itu mengatur tata kelola pemerintahan provinsi yang sebenarnya tak beda jauh dengan pengaturan provinsi lainnya.

"Perbedaan yang menonjol adalah menyangkut penentuan gubernur. Apakah ditetapkan dengan diambil dari kesultanan atau dipilih rakyat langsung?" kata Lukman di akun Twitternya, Minggu 28 November 2010.

Delapan fraksi di DPR, kata Lukman, menghendaki posisi gubernur ditetapkan. "Hanya Fraksi Partai Demokrat dan pemerintah yang maunya dipilih," kata Lukman. "Berbilang tahun isu tersebut tak temui kata sepakat. Kini polemiknya malah 'naik-kelas' dan makin menghebat."

Menurut Lukman, model "penetapan" bisa dilakukan karena Undang-undang membuka kesempatan itu. Menurut Lukman, Undang-undang Dasar menjamin bahwa negara mengaku dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersikap khusus dan istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Khatibul Umam Wiranu, politisi Demokrat yang duduk di Komisi II DPR, yang nanti membahas RUU Keistimewaan Yogyakarta, menyatakan, posisi Demokrat bukan pada opsi gubernur Yogya dipilih langsung.
Demokrat, kata Khatibul, menginginkan Gubernur Yogyakarta nanti sesuai dengan kaidah demokrasi, yakni bisa dikontrol rakyat.
"Kalau ditetapkan, lalu apa pekerjaan DPRD?" kata Khatibul saat dihubungi VIVAnews.com melalui telepon.
"Minimal, Gubernur dipilih DPRD untuk kurun waktu tertentu. Dengan begitu, DPRD bisa mengawasi gubernur
=================================================================================


China berusaha meredakan ketegangan setelah Korea Utara menyerang Korea Selatan dengan mengundang enam negara termasuk dua Korea itu bertemu pada awal Desember 2010 ini. \
Utusan Khusus Beijing, Wu Dawei, mengundang pertemuan enam negara itu untuk meredakan ketegangan akibat serangan Selasa lalu yang menewaskan empat warga Korea Selatan itu.

Wu menyatakan di Beijing, Minggu 28 November 2010, bahwa komunitas internasional sangat prihatin dengan perkembangan terakhir. Wu berharap pertemuan darurat enam negara yakni dua Korea, China, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat bisa digelar di China awal Desember ini.

Namun belum jelas apakah tawaran ini diterima para pihak. Korea Selatan dan Amerika Serikat berkukuh akan memulai lagi pelucutan senjata nuklir Korea Utara sampai Pyongyang menunjukkan komitmen denuklirisasi.

Jepang sendiri, seperti disampaikan salah satu Wakil Pimpinan Kabinet, Tetsuro Fukuyama, menyatakan akan berkoordinasi penuh dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat perihal tawaran China ini.

Selasa lalu, Korea Utara melancarkan serangan misil ke Pulau Yeonpyeong, pulau di perbatasan Korea Selatan dengan Korea Utara. Serangan atas pulau yang menjadi markas militer sekaligus populasi sipil sebanyak 1.300 orang ini membuat ketegangan kedua negara meningkat.

Dua negara ini telah berperang selama tiga tahun di 1950-an. Setelah itu, meski tak ada perjanjian damai, pertempuran antara kedua pihak berhenti, namun ketegangan terus naik dan turun antara dua negara sebangsa ini.

==========================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar