Laman

11/10/2010

Bisnis Pendidikan Script Radio 103,9 FM Bandung

Kurang lebih 10 tahun yang lalu seorang usahawan yang juga seorang pendiri sekolah dalam sebuah forum para pendidik mengatakan bahwa pendidikan di masa yang akan datang akan menjadi sebuah “Industri”. Pada saat itu banyak dari peserta forum tersebut tidak sependapat dengan pernyataan tersebut. Kita bisa melihat apa yang terjadi dunia pendidikan di Indonesia sekarang, mau tidak mau kalimat tersebut sudah menjadi suatu kenyataan.

Penulis mempunyai seorang teman yang merupakan seorang usahawan dan juga mendirikan sebuah sekolah. Sekolah yang didirikannya memiliki landasan nirlaba (non profit) dalam arti setiap rupiah yang diperoleh dari keuntungan sekolah akan dikembalikan untuk pengembangan pendidikan di sekolah tersebut. Suatu hari dia berkata, “ Kalau kita tidak kuat dalam mempertahankan sebuah idealism pengelolaan sekolah maka akan sangat mudah berubah menjadi suatu institusi mencari keuntungan semata.” Kenapa pernyataan ini bisa keluar? Karena sekolah yang dia dirikan adalah salah satu sekolah yang cukup baik dan banyak orang tua memasukkan anak mereka ke sekolah tersebut sehingga secara cepat kuota murid terpenuhi dan mengahsilkan sejumlah uang yang banyak dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Suatu hari penulis mendapat kesempatan berdiskusi dengan seorang usahawan yang memiliki sekolah. Diskusi ini terjadi karena sang pemilik sekolah ini ingin mengundang penulis menjadi direktur di sekolahnya. Pemilik sekolah ini adalah seorang Kristen dan dalam diskusi kami tercetuslah suatu gagasan bagaimana mengelola sekolah seperti halnya mengola institusi yang menghasilkan keuntungan belaka.

Dari cerita di atas telah kita telah mendapat sebuah gambaran bagaimana padangan mengenai pendidikan oleh para pendiri sekolah telah terjadi perbedaan sangat besar. Bagaimana dengan gereja yang mendirikan atau memiliki sekolah dalam mengahadapi arus ini? Secara langsung atau tidak, telah terjadi pergeseran padangan secara perlahan tentang sebuah idealisme dan visi dalam mengola institusi pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi pergeseran sekolah yang menjalankan idealismenya sehingga menjadi sekolah yang berlandaskan pada keuntungan belaka dan pada akhirnya pendidikan menjadi suatu “industri”. Maka pada tulisan ini, penulis lebih menfokuskan pandangannya pada pengelolaan sebuah institusi pendidikan swasta.

Beberapa faktor yang telah mempengaruhi hal di atas adalah faktor “bisnis” itu sendiri. Bisnis sekolah dipandang oleh para usahawan sebagai sebuah bidang yang strategis. Sekolah dibutuhkan oleh setiap orang yang hadir di dalam dunia ini. Sekolah yang berkelas dalam artian tingkat “kemahalan” hingga kepada sekolah yang menengah ke bawah sangat dibutuhkan. Kedua, bidang pendidikan sangat resisten terhadap krisis keuangan . Apabila terjadi krisis keuangan oleh sebuah keluarga dengan otomatis prioritas pemotongan pengeluaran keuangan pada bidang ini tidak mudah dan mungkin akan menjadi bagian terakhir atau kedua akhir setelah kebutuhan pokok rumah. Ketiga adalah ketidakmengertian natur dari pada pendidikan itu sendiri sehingga banyak pendiri-pendiri sekolah hanya mengerti sebagian kecil natur pendidikan tersebut. Pendidikan difokuskan kepada penguasaian materi dan akademik semata dari pada natur itu sendiri.

Apakah sekolah yang didirikan oleh gereja atau pengolaannya yang dilakukan oleh gereja, dapat bergeser juga ke arah “bisnis”? Tidak bisa dijamin 100% bahwa tidak akan ke arah sana, tetapi sekolah yang berlatar belakang gereja akan lebih resisten dibanding perseorangan. Adanya kecenderungan ke arah “bisnis pendidikan” sudah terasa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Pertama, sebagian penatua/majelis/yayasan yang dipercayakan oleh gereja untuk duduk dalam pengolaan sekolah masih memerlukan pengetahuan yang lebih tentang filosofi atau konsep pendidikan Kristen. Mereka menjabat dalam yayasan atau Board sekolah karena sebagian besar dilatarbelakangi oleh profesi mereka sebagai usahawan atau professional di bidang yang berbeda. Krisis bisa terjadi lebih parah lagi, apabila mereka sama sekali tidak mau belajar atau mengetahui natur pendidikan tersebut.Tidaklah heran kalau ada sekolah Kristen yang pengelolaannya sama seperti sekolah pada pandangan di atas. Yang lebih parah lagi, justru ada beberapa sekolah Kristen yang sudah tidak sanggup mengelola sekolah sehingga dijual kepada pihak lain. Kedua, sekolah Kristen terjebak dalam kompetisi yang tidak dalam natur pendidikan itu sendiri. Bukankah sekarang banyak sekolah Kristen yang besar dan turut serta berlomba dalam iklan atau slogan yang menitikberatkan kepada pengetahuan belaka? Kompetisi ini secara tidak langsung telah membawa sekolah Kristen lebih menuju ke arah bisnis daripada visi dan misi. Berlomba menghasilkan para juara-juara olimpiade di tingkat nasional maupun international. Apakah hal ini menjadi haram? Jawabannya tidak, tetapi tidak pada porsi utama dalam dunia pendidikan Kristen. Ketiga, terjadi dikotomi pandangan pendidikan Kristen sebagai ladang misi atau usaha. Kadang pengurus yayasan tidak menerima secara utuh dan benar akan visi dan misi pendidikan Kristen dari pemimpin gereja maka akibatnya adalah pergeseran landasan pengolaan dunia pendidikan.

Indonesia tidak kekurangan orang-orang yang pintar dan cerdas yang menyelesaikan jenjang pendidikan mereka di luar negeri maupun dalam negeri dengan prestasi yang gemilang. Enam puluhan tahun lebih, Indonesia telah merdeka, tetapi mengapa bangsa ini masih dalam keterpurukan terutama semakin meningkatnya jumlah kemiskinan. Tidak ada pemimpin di dunia ini yang tidak memperhatikan pendidikan apabila dia ingin negaranya lebih maju dan baik. Mantan perdana menteri Inggris mengatakan ada tiga kata yang penting dalam dunia ini yakni PENDIDIKAN, PENDIDIKAN, dan PENDIDIKAN. Apakah bangsa kita kekurangan orang yang pintar dan cerdas sehingga negara kita masih dalam kondisi yang demikian ?

Pendidikan yang diterapkan di negara ini sudah sangat komplek. Dari sekian banyak masalah dalam sistem pendidikan, penulis akan menyoroti segi kualitas akademik seorang siswa. Hal ini telah mendorong pengelola sekolah berlomba-lomba untuk menghasilkan siswa dengan nilai yang baik sehingga mereka pun lupa akan natur dari pendidikan itu sendiri. Sebagian besar sekolah di Indonesia terus berlomba dalam hal akademik tetapi melupakan hal kerohanian dan karakter (budi pekerti atau akhlak manusia). Kalaupun ada hanya sebagian kecil dalam proses pembelajaran yang terjadi di sekolah. Hal ini semakin menjadi-jadi di masa-masa sekarang dikarenakan masalah pangsa pasar (market), tekanan pihak tertentu bahkan orang tua secara tidak langsung turut berperan dalam hal ini. Kalaupun proses ini terus berlanjut tidak mungkin negara akan keluar dari pergumulannya selama ini. Penekanan hanya kepada kepintaran semata tetapi melupakan keutamaan pendidikan.

Bagaimana pendidikan Kristen di Indonesia saat ini ? Sekolah-sekolah Kristen yang berdiri sudah lama memiliki konsep misi dan di dalam pengelolaannya sangat sederhana. Mereka memiliki persekutuan siswa, renungan pagi, doa siswa, retreat siswa, dan dengan adanya pelajaran agama serta karakter maka inilah sekolah Kristen. Tuhan sangat memakai kesederhanaan ini dan menjadi berkat bagi banyak orang bahkan menjangkau jiwa-jiwa kembali kepada Kristus. Zaman dan tantangan saat ini sudah berbeda, konsep pengolaan sekolah sudah harus lebih maju dibanding dulu. Oleh karena itu, beberapa sekolah Kristen atau sekolah yang memilki nilai Kristiani telah mengembangkan hal lebih dalam yakni bagaimana mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan firman Tuhan dalam setiap pelajaran.

C.S. Lewis mengatakan bahwa “DIA menginginkan hati seorang anak bukan berkembangnya pikiran…. DIA juga menginginkan setiap kecerdasan kita untuk dapat dipakai dengan tepat pada pekerjaan kita, dan untuk kedisiplinan di kelas.

Pergumulan bangsa Indonesia saat ini harus kembali kepada pendidikan. Pendidikan utama dimulai dari ruang lingkup yang terkecil yakni keluarga. Dalam Perjanjian Lama tidak ada pendidikan yang formal dan kepala keluarga menjadi guru untuk menyampaikan pesan dari Tuhan (Ul.. 6 : 5 – 9). Perhatikan perintah ini, hubungkan dengan kalimat C.S Lewis di atas bahwa hati merupakan pusat perkembangan seorang untuk menjadi baik. Kalau hati sudah di serahkan kepada Tuhan maka kecerdasan dan tanggung jawab kita sebagai anak Tuhan akan dipergunakan secara tepat.

Pendidikan Kristen harus memperkenalkan kembali cara pandang yang menekankan bahwa bukan alam dan manusia yang menjadi objek utama dari penyembahan kita, tetapi Tuhan. Pendidikan tidak pernah netral, pendidikan Kristen harus menjamin bahwa para siswa mempelajari dunia dan lingkungan mereka, serta melaksanakan tugas-tugas mereka di dalam dunia berdasarkan perspektif pandangan Alkitab tentang dunia.

Tuhan telah memberikan tanggung jawab utama kepada orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak-anak mereka dan sekolah merupakan bagian (partner) orang tua untuk menolong mereka dalam melaksankan tanggung jawab ini. Dalam kenyataan secara umum, hal ini menjadi terbalik karena justru sekolah yang diberi tanggung jawab utama dalam mendidik anak-anak. Kenyataan ini juga menjadikan sekolah Kristen memilki peran yang berat karena harus membukakan pandangan kepada orang tua dan secara bersamaan harus menjalankan panggilan mendidik anak-anak

Pendidikan Kristen harus melakukan reformasi agar berdampak lebih luas dan besar. Reformasi harus dimulai dari gereja dalam arti pemipin, anggota yayasan, dan orang Kristen yang memiliki sekolah yang berlandaskan nilai Kristiani. Reformasi filosofi dan konsep pendidikan Kristen kepada mereka yang sudah berkomitmen melayani dalam pendidikan dan alangkah lebih bertanggung jawab lagi apabila mereka mau belajar lebih dalam tentang dunia pendidikan.

Reformasi kelembagaan sekolah yang sesuai dengan panggilan Allah membawa kembali jiwa-jiwa kepada Tuhan. Sekolah merupakan bagian dari panggilan Allah dalam konteks penginjilan. Apabila siswa-siswa dimenangkan melalui lembaga sekolah, secara otomatis pertobatan siswa-siswi tersebut akan memberikan dampak kepada ilmu pengetahuan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Pengetahuan yang benar dan akan dipakai secara tepat oleh seseorang apabila mereka mengenal Tuhan.

Reformasi haluan kurikulum yang hanya menekankan akademik menjadi penekanan pembelajaran segala ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan cara pandang firman Tuhan. Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa Tuhan adalah pemikir asli, karena itu dunia yang DIA ciptakan harus merefleksikan pikiran-Nya. Dengan meneliti pencipta-Nya, kita belajar mengenal Tuhan dan jalan-jalan-Nya. Semua kebenaran adalah kebenaran Allah, maka sangat tepat untuk memberikan tempat yang utama pada kurikulum Kristen untuk mempelajari pengetahuan alam.

Kiranya melalui kerja keras selama masih siang, maka segala usaha kita tidak akan sia-sia. Membangun negara bukanlah pekerjaan mudah dan pendidikan merupakan bidang yang strategis dalam hal ini. Penulis mengajak seluruh mahasiswa dan alumni yang memiliki beban dalam dunia pendidikan untuk melakukan sesuatu bagi bangsa dan negara melalui generasi muda yang kita bina dan didik. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar